Pengertian Kepuasan
Kerja
Locke
mengatakan kepuasan kerja ialah “the
appraisal of one’s job as attaining or allowing the attainment of one’s
important job values, providing these values are congruent with or help fulfill
one’s basic needs (Munandar, 2008
).” Secara singkat dikatakan bahwa tenaga kerja yang puas dengan pekerjaannya
merasa senang dengan pekerjaannya.
Howell
dan Dipboye(1986) dalam Munandar (2008) memandang kepuasan kerja sebagai hasil
keseluruhan dari derajat rasa suka atau tidak sukanya tenaga kerja terhadap
berbagai aspek dari pekerjaannya.
Wexley
&Yulk (1977) dalam As’ad ( 2008 ) kepuasan kerja ialah “is the way an employee feels about his her
job”. Maksudnya adalah kepuasan kerja sebagai “perasaan seseorang terhadap
pekerjaan”. Kemudian oleh Vroom (1964) dikatakan sebagai “refleksi dari job
attitude yang bernilai positif”.
Kepuasan
kerja merupakan penilaian dari pekerja yaitu seberapa jauh pekerjaannya secara
keseluruhan memuaskan kebutuhannya. (Hoppeck dalam As’ad, 2008)
Tiffin
(1958) berpendapat bahwa kepuasan kerja berhubungan erat dengan sikap dari
karyawan terhadap pekerjaannya sendiri, situasi kerja, kerjasama antara
peminpin dengan sesama karyawan. Kemudian Blum (1956) mengemukakan bahwa
kepuasan kerja merupakan sikap umum yang merupakan hasil dari beberapa sikap
khusus terhadap faktor-faktor pekerjaan, penyesuaian diri dan hubungan social
individual di luar kerja (As’ad, 2008).
Dari
penjelasan di atas penulis menyimpulkan bahwa kepuasan kerja merupakan perasaan
dan sikap positif karyawan terhadap pekerjaannya, karena apa yang telah dicapai
sesuai dengan harapan karyawan, serta adanya penyesuaian diri karyawan dengan
lingkungan kerja. Dari berbagai definisi para tokoh, saya akan menggunakan
definisi kepuasan kerja dari Tiffin, karena definisi ini yang paling mendekati
dan sesuai dengan penelitian saya.
Teori-Teori Kepuasan Kerja
Discrepancy Theory
Porter (1961) dalam As’ad (2008) mengukur
kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih antara apa yang seharusnya
dengan kenyataannya yang dirasakan (difference
between how much of something there should be and how much there “is now”.
Locke (1989) menerangkan bahwa kepuasan kerja seseorang bergantung kepada
discrepancy antara should be (ecpectation, need, atau values) dengan apa yang
menurut perasaannya atau persepsinya telah diperoleh atau dicapai melalui
pekerjaan. Dengan demikian, orang akan merasa puas bila tidak ada perbedaan
antara yang diinginkan dengan persepsinya atas kenyataan, karena batas minimum
yang diinginkan telah terpenuhi. Bila yang didapat ternyata lebih besar
daripada yang diinginkan, maka orang akan menjadi lebih puas lagi walaupun
terdapat discrepancy, tetapi merupakan discrepancy positif. Sebaiknya semakin
jauh kenyataan yang dirasakan itu di bawah standar minimum sehingga menjadi
negative discrepancy, maka makin besar pula ketidakpuasan seseorang terhadap
pekerjaan.
Equity Theory
Equity Theory
Prinsip teori ini adalah bahwa
orag akan merasa puas atau tidak puas, tergantung apakah ia merasakan adanya
keadilan (equity) atau tidak atas suatu situasi. Perasaan equity dan inequity
atas suatu situasi, diperoleh orang dengan cara membandingkan dirinya dengan
orang lain yang sekelas, sekantor maupun di tempat lain. Elemen-elemen equity
ada tiga yaitu (Wexley & Yulk (1977)
dalam As’ad (2008)):
·
Input
Input adalah “is
anything of value that an amployee perceives that the contributes to his her
job.” Artinya ialah segala sesuatu yang berharga yang dirasakan karyawan
sebagai sumbangan terhadap peerjaan. Dalam hal ini misalnya education,
experience, skills, amount of effort expected, number of hours worked, and
personal tools dan sebagainya.
·
Out
comes
Out
comes ialah “is anything of value that
the employee perceives he obtains from the job.” Artinya adalah segala sesuatu yang berharga,
yang dirasakan karyawan sebagai “hasil” dari pekerjaannya seperti misalnya pay, fringe benefits, status
symbols, recognition, opportunity for achievement or self-expression.
·
Comparison
persons
Comparisoan
persons ialah kepada orang lain dengan siapa karyawan membandingkan rasio
input-out comes yang dimilikinya. Comparison persons ini bisa berupa seseorang
di perusahaan yang sama, atau di tempat lain, atau bisa pula dengan dirinya
sendiri di waktu lampau. Menurut teori ini setiap karyawan akan membandingkan
ratio-out comes dirinya dengan ratio-out comes orang lain. Bila perbandingan
itu dianggapnya cukup adil (equity), maka ia akan merasa puas. Bila
perbandingan itu tidak seimbang tetapi menguntungkan (over compensation in-equity),
bisa menimbulkan kepuasan tetapi bisa pula tidak (misalnya pada orang yang
moralis). Tetapi bila perbandingan itu tidak seimbang dan merugikan (under
compensation in-equity), akan timbul ketidakpuasan (wexley & Yukl, 1977).
Two Factor Theory
Prinsip teori ini ialah bahwa kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja itu merupakan dua hal yang berbeda (Herzberg, 1966). Artinya kepuasan dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan itu tidak merupakan suatu variabel yang kontinyu. Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Herzberg (1959). Berdasarkan atas hasil penelitian beliau, membagi situasi yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap pekerjaannya menjadi dua kelompok, yaitu : kelompok satisfiers atau motivator dan kelompok dissatisfies atau hygiene factors. Satisfiers (motivator) ialah faktor-faktor atau situasi yang dibuktikannya sebagai sumber kepuasan kerja yang terdiri dari “Achievement, recognition, work it self, responsibility and advancement. Dikatakannya bahwa hadirnya factor ini akan menimbulkan kepuasan, tetapi tidak hadirnya factor ini tidaklah selalu mengakibatkan ketidakpuasan. Dissatisfiers (hygiene factors) ialah faktor-faktor yang terbukti menjadi sumber ketidakpuasan, yang terdiri dari company policy and administration, supervision technical, salary, interpersonal relations, working condition, job security andstatus (Wexley& Jukl, 1977). Perbaikan terhadap kondisi atas situasi ini akan mengurangi atau menghilangkan ketidakpuasan, tetapi tidak akan menimbulkan kepuasan karena ia bukan sumber kepuasan kerja. Jadi, perbaikan salary dan working conditions tidak akan menimbulkan kepuasan tetapi hanya mengurangi ketidakpuasan.
Faktor-Faktor Kepuasan Kerja
Harold E. Burt (dalam As’ad ,
2008) mengemukakan pendapatnya tentang factor-faktor yang dapat menimbulkan
kepuasan kerja. Factor- factor tersebut adalah :
- Factor hubungan antar karyawan, antara lain :
- Hubungan antara manager dengan karyawan
- Factor fisis dan kondisi kerja
- Hubungan social di antara karyawan
- Sugesti dari teman sekerja
- Emosi dan situasi kerja
- Factor individual, yaitu yang berhubungan dengan :
- Sikap orang terhadap pekerjaannya
- Umur orang sewaktu bekerja
- Jenis kelamin (pernah dilakukan penelitian oleh Lawler, 1973, dikutip oleh Wexley & Yukl, 1979)
- Factor-faktor luar (extern), yang berhubungan dengan :
- Keadaan keluarga karyawan
- Rekreasi
- Pendidikan (training, up grading dan sebagainya)
Menurut Sagala dan Rivai (2009), factor-faktor yang biasanya digunakan untuk mengukur kepuasan kerja seorang karyawan adalah :
- Isi pekerjaan, penampilan tugas pekerjaan yang actual dan sebagai control terhadap pekerjaan
- Supervise
- Organisasi dan manjemen
- Kesempatan untuk maju
- Gaji dan keuntungan dalam financial lainnya seperti adanya insentif
- Rekan kerja
- Kondisi pekerjaan
Faktor-faktor
yang mempengaruhi kepuasan kerja menurut Gilmer (1966) dalam As’ad (2008) sebagai berikut :
- Kesempatan untuk maju. Dalam hal ini ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh pengalaman dan peningkatan kemampuan selama kerja.
- Keamanan kerja. Factor ini serong disebut sebagai penunjang kepuasan kerja, baik bagi karyawan pria maupun wanita. Keadaan yang aman sangat mempengaruhi perasaan karyawan selama kerja.
- Gaji. Gaji lebih banyak menyebabkan ketidakpuasan dan jarang orang mengekspresikan kepuasna kerjanya dengan sejumlah uang yang diperolehnya.
- Perusahaan dan manajemen. Perusahaan dan manajemen yang baik adalah yang mampu memberikan situasi dan kondisi kerja yang stabil. Factor ini yang menentukan kepuasan kerja karyawan.
- Pengawasan (supervisi). Bagi karyawan, supervisor dianggap sebagai figure ayah dan sekaligus atasannya. Supervise yang buruk dapat berakibat absensi dan turn over.
- Factor intrinsic dari pekerjaan. Atribut yang ada pada pekerjaan mensyaratkan ketrampilan tertentu. Sukar dan mudahnya serta kebanggaan akan tugas akan meningkatkan atau mengurangi kepuasan.
- Kondisi kerja. Termasuk disini adalah kondisi tempat, vertical, penyinaran, kantin, dan tempat parkir.
- Aspek social dalam pekerjaan. Merupakan salah satu sikap yang sulit digambarkan tetapi dipandang sebagai factor yang menunjang puas atau tidak puas dalam kerja.
- Komunikasi. Komunikasi yang lancer antar karyawna dengan pihak manajemen banyak dipakai alasan untuk menyukai jabatannya. Dalam hal ini adanya kesediaan pihak atasan untuk mau mendengar, memahami dan mengakui pendapat ataupun prestasi karyawannya sangat berperan dalam menimbulkan rasa puas terhadap kerja.
- Fasilitas. Fasilitas rumah sakit, cuti, dana pension, atau perumahan merupakan standar suatu jabatan dan apabila dapat dipenuhi akan menimbulkan rasa cemas.
Dampak Dari Kepuasan Dan Ketidakpuasan Kerja
Dampak Terhadap Produktivitas
Dampak Terhadap Produktivitas
Terdapat pandangan bahwa kepuasan
kerja merupakan akibat, bukan sebab dari produktivitas. Lawler dan Porter
(dalam Munandar, 2001) menjelaskan bahwa produktivitas yang tinggi menyebabkan
peningkatan kepuasan kerja hanya jika tenaga kerja mempersepsikan bahwa
ganjaran intrinsic (misalnya perasaan telah mencapai sesuatu) dan ganjaran
ekstrinsik (misalnya gaji) yang diterima secara adil dan wajar diasosiasikan
sebagai unjuk kerja yang unggul. Sebaliknya, jika tenaga kerja tidak
mempersepsikan ganjaran instrinsik dan ekstrinsik berasosiasi terhadap unjuk
kerja, maka kenaikan dalam unjuk kerja tidak akan berhubungan dengan kenaikan
dalam kepuasan kerja (dalam Munandar, 2001)
Dampak Terhadap Kehadiran (Absenteisme) Dan Keluarnya Tenaga Kerja (Turnover)
Dampak Terhadap Kehadiran (Absenteisme) Dan Keluarnya Tenaga Kerja (Turnover)
Porter dan Steers (dalam
Munandar, 2008) menyimpulkan bahwa ketidakhadiran dan berhenti bekerja
merupakan jawaban yang berbeda secara kualitatif, ketidakhadiran bersifat lebih
spontan dan tidak mencerminkan ketidakpuasan kerja, sebaliknya berhenti atau
keluar dari pekerjaan mempunyai akibat ekonomis yang besar, maka lebih besar
kemungkinannya memiliki hubungan terhadap ketidakpuasan kerja.
Menurut Robbins (dalam Munandar,
2001) ketidakpuasan tenaga kerja dapat diungkapkan dengan empat cara.
- Keluar (exit) merupakan ketidakpuasan kerja yang diungkapkan dengan meninggalkan pekerjaan yaitu, mencari pekerjaan lain.
- Menyuarakan (voice) merupakan ketidakpuasan yang diungkapkan melalui usaha aktif dan konstruktif untuk memperbaiki kondisi seperti, memberikan saran perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasannya.
- Mengabaikan (Neglect) merupakan ketidakpuasan yang diungkapkan melalui sikap membiarkan keadaan menjadi lebih buruk, seperti terlambat.
- Kesetiaan
(loyality) merupakan ketidakpuasan yang diungkapkan dengan menunggu secara
pasif sampai kondisinya menjadi lebih baik.
Dampak
Terhadap Kesehatan
Terdapat bukti bahwa kepuasan kerja berhubungan dengan kesehatan fisik dan mental. Tingkat dari kepuasan kerja berhubungan dengan kesehatan, sehingga penngkatan dari yag satu dapat meningkatkan yang lain dan sebaliknya penurunan yang atu mempunyai akibat yang negative juga pada yang lain (dalam Munandar, 2001).
Terdapat bukti bahwa kepuasan kerja berhubungan dengan kesehatan fisik dan mental. Tingkat dari kepuasan kerja berhubungan dengan kesehatan, sehingga penngkatan dari yag satu dapat meningkatkan yang lain dan sebaliknya penurunan yang atu mempunyai akibat yang negative juga pada yang lain (dalam Munandar, 2001).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar