Kesuksesan itu merupakan buah dari pengetahuan dan perjuangan seseorang

Sabtu, 05 Januari 2013

William Glesser



A.    Sejarah Teori William Glesser
            William Glasser lahir 1925 di Cleveland Ohio. Ia belajar di Case Western Reserve University di Cleveland mendapatkan gelar Bachelor of Science dan Magister of Art. Dia menyelesaikan pendidikan Psikiatrinya di UK tahun 1854-1857 (Alllen E. Ivey et al., 2009).
            Ketika pada tahun-tahun pertamanya sebagai psikiater di Veterans Administration Hospital, Los Anggeles, Glesser kecewa dengan praktek psikiatri tradisional, dia kecewa dengan metode perawatan kesehatan mental yang berdasarkan dengan beberapa hal (Alllen E. Ivey et al., 2009):
a)      Ia frustasi dengan terlalu banyaknya menggunakan praktek Psikoanalisa yang kuno. Terutama khususnya dalam hal ketidaksadaran dan konflik-konflik individual yang belum terselesaikan yang dipercaya sebagai pembentuk kepribadian.
b)      Glasser tidak puas dengan tujuan utama untuk klien dalam memunculkan insight klien terhadap masalah mereka tanpa menempatkan nilai yang seimbang pada kebutuhan untuk membentuk perilaku baru.
c)      Glasser berfikir bahwa investasi yang besar pada waktu dan uang untuk pengembangan terapi psikologi tidak terlalu penting, karena menyebabkan seseorang harus membayar mahal untuk pelayanan psikiater. Menurut dia lebih baik fokus terhadap pengembangan metode baru dalam penanganan klien seperti (1) fokus terhadap tantangan klien pada saat ini dan permasalahan pada masa lalu, (2) fokus terhadap pentingnya menstimulasi perilaku sebagaimana menstimulasi kemampuan kognitif, dan (3) menguraikan lebih banyak pemahaman dan metode-metode dalam penanganan psikologis yang bertolak belakang terhadap metode saat ini, yaitu metode yang banyak menghabiskan waktu serta teknik-teknik yang kuno.
            Glasser mengembangkan konsep dasar terapi realitasnya pada tahun 1965. Semenjak itu, dia terus memperbaharui dan memperluas pendekatan konseling dan psikoterapinya. Pada tahun 1970, Glasser mulai memaknai inti penelitiannya sebagai kontrol teori.Saat ini, pendekatan konseling dan terapinya yang berlandaskan pada apa yang sekarang disebut dengan teori pilihan, yang mana dia menjelaskan secara lebih rinci dalam bukunya yang juga berjudul sama yaitu Choice theory (1998). Teori terapi realitas milik Glasser baru-baru ini telah disempurnakan dalam sebuah buku yang berjudul Counseling With Choice Theory:The New Reality Therapy(Glasser, 2001).
B.     Karya-karya William Glasser

Dalam buku Alllen E. Ivey et al. (2009) yang berjudul “Theories of Counseling & Psychotherapy” terdapat beberapa karya dari  William Glasser, diantaranya:
·         Reality Therapy (1965)
·         School without Failure (1969)
·         Positive Addiction (1976)
·         The Quality School (1990)
·         Choice Theory : A New Psychology of Personal Freedom (1998)
·         Counseling with Choice Theory : The New Reality Therapy (2001)
            Secara keseluruhan, Glasser telah menulis 21 buku, yang terlaris adalah Reality Theraphy (1965), Schools Without Failure (1969), Positive Addiction (1976), dan The Quality School (1990).   Menurut kelompok kami Choice Theory: A New Psychology of Personal Freedom  merupakan karya Glasser yang paling baik. Karena karya ini merupakan pengembangan konstruk dasar dari metode dan teori terapi realitas, yang mana Glasser membedakan karakteristik dari “External World dan Internal World” dalam pikiran.
C.    Teori dan Teknik William Glesser

1.      Basic Philosophy
     Terapi realitas adalah suatu sistem yang difokuskan pada tingkah laku saat ini. Terapis berfungsi sebagai guru dan model serta mengonfrontasi klien dengan cara-cara yang bisa  membantu klien menghadapi kenyataan dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar tanpa merugikan dirinya sendiri ataupun orang lain (Corey, 2005). Inti terapi relitas adalah penerimaan tanggung jawab pribadi yang dipersamakan dengan kesehatan mental. Glasser mengembangkan terapi realitas dari keyakinannya bahwa psikiatri konvensional sebagian besar berlandaskan asumsi-asumsi yang keliru. Terapi realitas, yang menguraikan prinsip-prinsip dan prosedur-prosedur yang dirancang untuk membantu orang-orang dalam mencapai suatu “identitas keberhasilan” (Corey, 2005).
     Berdasarkan choice theory, pendekatan ini berasumsi bahwa manusia membutuhkan kualitas hubungan untuk mendapatkan kebahagiaan. Masalah psikologis merupakan hasil dari penolakan kita atas kontrol dari orang lain atau upaya kita untuk mengrontrol orang lain. “Choice theory” merupakan penjelasan tentang sifat dasar manusia dan cara terbaik untuk mencapai hubungan interpersonal yang memuaskan (Corey, 2009).
2.      Konsep Penting

·         Terapi realitas membantu klien memenuhi kebutuha-kebutuhan psikologisnya, termasuk kebutuhan untuk mencintai dan dicintai serta kebutuhan untuk merasakan bahwa diri klien bermanfaat bagi diri sendiri ataupun orang lain (Corey, 2005).
·         Tiap orang mempunyai kemampuan yang potensial untuk tumbuh dan berkembang ke arah kesehatan.
·         Menekankan tanggung jawab dan menjalin hubungan interpersonal. Glasser (1965) dalam Corey (2005) mendefinisikan bahwa tanggung jawab adalahkemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sendiri dan melakukannya dengan cara tidak mengurangi kemampuan orang lain dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka.
·         Menolak konsep tentang penyakit mental, terapi realitas berasumsi bahwa gangguan tingkah laku merupakan akibat dari ketidakbertanggungjawaban.
·         Berfokus pada saat sekarang, bukan pada masa lalu.
·         Tidak menekankan transferensi, terapi realitas menyatakan agar  para terapis menjadi diri sendiri, bukan memainkan peran sebagai ayah atau ibu klien.
·         Menekankan aspek kesadaran, bukan aspek ketidaksadaran.

                                                                              

3.      Tujuan Terapi
     Sama dengan kebanyakan sistem psikoterapi, tujuan umum  terapi realitas adalah membantu seseorang untuk mencapai otonomi, maksudnya otonomi yaitu kematangan yang diperlukan bagi kemampuan seseorang untuk mengganti dukungan lingkungan dengan dukungan internal (Corey, 2005). Kematangan ini menyiaratkan bahwa orang-orang mampu bertangguang jawab atas siapa mereka dan ingin menjadi apa mereka serta  mengembangkan rencana-rencana yang bertanggung jawab dan realitas guna mencapai tujuan-tujuan mereka. Terapi realitas membantu orang-orang dalam menentukan dan  memperjelas tujuan mereka. Selanjutnya ia membantu mereka dalam menjelskan cara-cara mereka menghambat kemajuan kea rah tujuan-tujuan yang ditentukan oleh mereka sendiri. Terapis membantu klien menemukan  alternatif-alternatif  dalam mencapai tujuan-tujuan tetapi klien sendiri yang menetapkan tujuan-tujuan terapi.
     Glasser dan Zunin (1973)  sepakat bahwa terapis harus memiliki tujuan- tujuan tertentu bagi klien dalam pikirannya. Akan tetapi, tujuan-tujuan itu harus diungkapkan dari segi konsep tanggung jawab individual  alih alih dari segi tujuan- tujuan behavioral karna klien harus menentukan tujuan-tujuan itu bagi diri sendiri. Mereka menekankan bahwa kriteria psikoterapi yang berhasil sangat bergantung pada tujuan-tujuan yang ditentukan oleh klien. Meskipun tidak ada kriteria  yang kaku yang pencapaianya menandai selesainya terapi, kriteria umum mengenai pencapaian tingkahlaku yang bertanggung jawab dan pemenuhan tujuan-tujuan klien menunjukkan bahwa klien mampu melaksanakan rencana-rencananya secara mandiri dan tidak perlu lagi di beri treatment. (Corey,2005, hlm. 119)
4.      Terapeutik Relationship
a)    Fungsi dan Peran Terapis
      Tugas dasar terapis adalah melibatkan diri dengan klien dan kemudian membuatnya menghadapi kenyataan. Glasser dalam Corey (2005) merasa bahwa, ketika terapis menghadapi para klien, dia memaksa mereka itu untuk memutuskan pakah mereka akan atau tidak akan menempuh “ jalan yang bertanggung jawab”. Terapis tidak membuat pertimbangan-pertimbangan nilai dan putusan-putusan bagi para klien,sebab tindakan demikian akan menyingkirkan tanggung jawab yang mereka miliki. Tugas terapis adalah bertindak sebagai pembimbing yang membantu klien agar bisa menilai tingkah lakunya sendiri secara realistis. Fungsi penting dari terapis realitas adalah memasang batas-batas, mencakup batas-batas dalam situasi teraupetik dan batas-batas yang ditempatkan oleh kehidupan seseorang.
b)    Pengalaman Klien dalam Terapi
      Para klien diharapkan berfokus kepada tingkah laku mereka sekarang alih-alih kepada perasaan-perasaan dan sikap-sikap mereka. Setelah para klien membuat penilaian tertentu tentang tingkah lakunya sendiri serta memutuskan mereka ingin berubah, mereka diharapkan membuat rencana-rencana yang spesifik guna mengubah tingkah laku yang gagal menjadi tingkah laku yang berhasil. Klien harus membuat komitmen untuk melaksanakan rencana-rencana ini.

c)    Hubungan antara Terapis dan Klien
      Terapi realitas berlandaskan hubungan atau keterlibatan pribadi antara terapis dan klien. Terapis, dengan kehangatan, pengertian, penerimaan, dan kepercayaan mengembangkan suatu identitas keberhasilan dan menolak penyalahan dan dalih-dalih dari klien. Perencanaan adalah hal yang essensial dalam terapi realitas. Setelah rencana dibuat realistis dan ada dalam batas kesanggupan dan motivasi klien. Rencana tersebut harus dijalankan dengan komitmen oleh klien serta tidak menyalahkan diluar diri klien apablia rencana tidak  berhasil.

5.      Technique of Therapy
        Terapi realitas bisa ditandai sebagai terapi yang aktif secara verbal. Prosedur-prosedurnya difokuskan pada kekuatan-kekuatan dan potensi-potensi klien yang dihubungkan dengan tingkah lakunya sekarang dan usahanya untuk mencapai keberhasilan dalam hidup. Dalam membantu klien untuk menciptakan identitas keberhasilan, terapis bisa menggunakan beberapa teknik sebagai berikut:
1)      Terlibat dalam permainan peran dengan klien
2)      Menggunakan humor
3)      Mengonfrontasikan klien dan menolak dalih apapun
4)      Membantu klien dalam merumuskan rencana-rencana yang spesifik
5)      Bertindak sebagai model dan guru
6)      Memasang batas-batas dan menyusun situasi terapi
7)      Menggunakan “terapi kejutan verbal” atau sarkasme yang layak untuk mengonfrontasikan klien dengan tingkah lakunya yang tidak realistis; dan
8)      Melibatkan diri dengan klien dalam upayanya mencari kehidupannya yang lebih efektif.
        Terapi realitas tidak memasukkan sejumlah teknik yang secara umum diterima oleh pendekatan-pendekatan terapi lain. Para psikiater yang mempraktekkan terapi realitas tidak menggunakan obat-obatan dan medikasi-medikasi konservatif, sebab medikasi cenderung menyingkirkan tanggung jawab pribadi. Selain itu, para pempraktek terapi realitas tidak menghabiskan waktunya untuk bertindak “sebagai detektif” mencari alasan-alasan, terapi berusaha membangun kerja sama dengan para klien untuk membantu mereka dalam mencapai tujuan-tujuannya. Teknik-teknik diagnostik tidak menjadi bagian dari terapi realitas, sebab diagnosis dianggap membuang waktu dan lebih buruk lagi, merusaak klien dengan menyematkan label (seperti “skizoprenik”) pada klien yang cenderung mengekalkan tingkah laku yang tidak bertanggung jawab dan gagal. Teknik-teknik lain yang tidak digunakan adalah penafsiran, pemahaman, wawancara-wawancara nondirektif, sikap diam yang berkepanjangan, asosiasi bebas, analisis transferensi dan resistensi, dan analisis mimpi.
6.      Aplikasi Teori dan Teknik William Glesser
     Glesser dan Zulnin (1973, hlm, 307) percaya bahwa teknik-teknik terapi realitas bisa diterapkan pada lingkup masalah behavioral dan emosional yang luas. Mereka menyatakan bahwa prosedur-prosedur terapi realitas telah digunakan dengan berhasil pada penanganan masalah individu yang spesifik seperti kecemasan, maladjusment, dan konflik-konflik perkawinan.Terapi realitas cocok untuk digunakan dalam terapi individual, kelompok dan konseling perkawinan.
     Konselor berperan sebagai guru yang membantu konseli untuk menilai kembali tingkah lakunya dari sudut bertindak secara bertanggung jawab. Proses konseling bagi klien menjadi pengalaman belajar untuk menilai diri sendiri dan perlu menggantikan tingkah laku yang keliru dengan tingkah laku yang tepat. Jika konseli ingin bahagia dalam kehidupannya, dia harus menjadi orang yang bersikap dan bertindak penuh tanggung jawab di tengah-tengah medan hidupnya. (W.S. Winkle & M.M. Sri Hastuti, 2004)
7.      Kontribusi Terapi Realitas William Glasser
      Terapi realitas berfokus pada klien dalam membuat evaluasi perilaku mereka sendiri (termasuk bagaimana mereka menanggapi budaya mereka). Melalui penilaian pribadi, klien dapat menentukan sejauh mana kebutuhan dan keinginan mereka dapat terpenuhi. Mereka dapat menemukan keseimbangan antara mempertahankan identitas etnik mereka sendiri dan mengintegrasikan beberapa nilai-nilai yang dominan dan praktek-praktek yang di peroleh dari masyarakat (Corey, 2009).
      Banyak keuntungan yang didapatkan dari terapi realitas diantaranya adalah terapi realitas berfokus pada jangka pendek dan juga menekankan pada aspek-aspek kesadaran, bukan pada aspek-aspek ketidaksadaran. Terapi realitas menekankan kekeliruan yang di lakukan oleh klien, bagaimana tingkah laku klien sekarang hingga dia tidak mendapatkan apa yang ia inginkan. Contoh salah satu yang banyak menggunakan terapi realitas adalah pada orang-orang yang kecanduan, terapi realitastelah efektif digunakan dalam pengobatan kecanduan dan program pemulihan selama lebih dari 30tahun. (Corey, 2009)
      Selain itu terapi realitas dapat diterapkan pada situasi-situasi konseling dan juga pada penerapan-penerapan di sekolah. Glasser dan Zunin (1973) dalam Corey (2005) menyatakan bahwa prosedur-prosedur terapi realitas telah di gunakan dengan berhasil pada penanganan masalah-masalah individu yang spesifik seperti masalah kecemasan, maladjustment, konflik-konflik perkawinan, pervesi dan psikosis. Dan juga terapi realitas memiliki implikasi langsung bagi situasi-situasi di sekolah. Glasser percaya bahwa pendidikan bisa menjadi kunci bagi pergaulan manusia yang efektif.

8.      Keterbatasan Terapi Realitas
      Salah satu keterbatasan utama dari terapi realitas adalah terapi ini tidak memberikan penekanan yang cukup pada peran aspek-aspekdari proses konseling seperti, peran wawasan, ketidaksadaran, kekuatan dari masa lalu dan pengaruh pengalaman traumatis pada masa kanak, nilai terapeutik pada mimpi, dan tempat untuk transferensi. Karena terapi realitas berfokus semata-mata pada kesadaran manusia, tidak memperhitungkan faktor-faktor seperti penekanan pada konflik dan kekuatan dari ketidaksadaran yang mempengaruhi bagaiman kita berpikir, merasakan, bertingkah laku, dan memutuskan (Corey,2009).
      Mimpi merupakan aspek yang tidak digunakan dalam terapi realitas. Menurut Glasser, terapi dengan menyelidiki mimpi klien itu tidak berguna. Menurutnya, menghabiskan waktu untuk mendiskusikan mimpi akan membuat pertahanan yang digunakanuntuk menghindari pembicaraantentang perilakuseseorang dan demikian, waktu menjadi terbuang. Menurut perspektif dari penulis, mimpi merupakan sarana yang kuat dalam mengetahui internal konflik klien. Penulis percaya bahwa ada banyak kekayaan di dalam mimpi, seperti terapis dapat melihat gambaran singkat dari kerja keras klien, keinginannya, harapan-harapanya, dan pandangan ia di masa yang akan datang. (Corey,2009)








Referensi

Corey, Gerald. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Refika Aditama. Bandung. 2005
Ivey, Allen E. et al.Theories of Counseling & Psychotherapy. Pearson. New York. 2009
Corey, Gerald. Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy. Thomson. USA. 2009
Winkel, W.S. dkk. Bimbingan dan Konseling. Media Abadi. Yogyakarta. 2004

Tidak ada komentar:

Posting Komentar