Karakteristik
Psikologi Klinis Anak
1.
Masalah Penyerahan (referral Issues)
Ketika
anak-anak mengalami stress mereka akan tergantung kepada orang tua, gur, dan
orang dewasa lainnya untuk menentukan apakah mereka perlu dibawa ke ahli
professional atau tidak.
2.
Developmental Consideration
“Pertimbangan Perkembangan”
Masalah
khusus yang berkembang pesat dalam masalah fisik, psikologi dan perkembangan
sosial yang terjadi pada anak-anak merupakan penyebab mengapa anak perlu
mendapatkan bantuan psikolog klinis.
3.
Temperamen Anak-Anak
Ditujukan
untuk gaya tingkah laku anak, bagaimana anak menghasilkan dan berinteraksi pada
suatu kejadian dalam lingkungannya. Temperamen dikategorikan menjadi tiga
kelompok, yaitu temperamen mudah, sulit dan sedang.
4.
Kedekatan Awal
Temperamen
anak bisa dipengaruhi oleh kualitas kedekatan hubungan yang terjadi antara anak
pada saat bayi dengan orang tuanya dan pengasuhnya, karena kualitas kedekatan
(attachment) pada tahun-tahun pertama dalam kehidupan memainkan peranan penting
dalam pembentukan kepribadian awal.
5.
Bentuk Interaksi antara Orang Tua dan
Anak
Penelitian
yang dilakukan pada temperamen anak dan kedekatannya terhadap orangtua
mempengaruhi pandangan psikologi klinis mengenai hubungan antara orang tua dan
anak secara umum, ini dikarenakan mereka harus memberikan perhatian yang lebih
kepada anak-anak mereka.
6.
Stressor pada Anak
Pengadopsian
suatu model psikopatologi diathesis-stress membuat psikolog klinis anak tidak
hanya melihat pada diathesis (seperti temperamen, masalah attachment,
keterbatasan kognitif dan pengaruh genetic), tetapi juga pada stressor
lingkungan yang bervariasi yang memungkinkan ekspresi gangguan lebih mungkin.
7.
Child Abuse
Definisi
child abuse mengalami perluasan, selain kekerasan juga termasuk penyia-nyiaan
anak, kekerasan psikologis, kekerasan seksual dan eksploitasi. Penyia-nyiaan
ditujukan pada kegagalan dalam pemenuhan kebutuhanfisik dan emosional. Sangat
banyak orang tua yang melakukan kekerasan disebabkan karena mereka mengalami
gangguan. Penanggulangan untuk anak-anak yang mengalami kekerasan yaitu dengan
menempatkan mereka pada orang tua asuh. Program orang tua asuh juga ditujukan
kepada orang tua yan melakukan kekerasan pada anak.
Proses Assessment Dalam Psikologi Klinis Anak
1.
Skala Penilaian (Rating Scale) Tingkah
Laku
Rating
scale merupakan suatu hal yang murah dan mudah untuk diadministrasikan
bentuknya bisa dilengkapi dan dikembalikan pada ahli yang berkompeten jadi bisa
dievaluasi sebelum dilakukan proses asesmen secara formal atau orang tua bisa
melengkapi bentuk rating scale tersebut sambil menunggu di ruang klinik.
Standarisasi rating scale meliputi hampir seluruh
permasalahan tingkah laku pada anak, jadi ini memberikan pandangan luas bagi
psikolog klinis dalam melihat masalah anak termasuk conduct dan kecemasan
sebaik masalah hubungan sosial dan fungsi sekolah. Data normative tersedia pada
rating scele seperti (Child behavior check list ) hal tersebut memberikan
kesempatan pada tingkahlaku anak untuk dievaluasi dan dibandingkan dengan
kelompok yang lebih besar yang memiliki
kesamaan gender yang seusia. Karna gampang di administrasikan rating scale bisa
digunakan pada kejadian yang berulang- ulang seperti ketika memonitoring
evektivitas program treatmen.
2.
Wawancara Klinis
Psikologi
klinis biasanya sering mewawancarai orangtua untuk menggali informasi tentang
anaknya, tujuan mewawancarai orang tua anak yaitu:
a.
Membangun raport
b.
Menggali masalah anak secara spesifik
dan rinci.
c.
Memetakkan masalah anak
d.
Mengumpulkan seluruh sejarah
perkembangan anak.
e.
Menggali seluruh factor-faktor keluarga
yang memperburuk masalah anak meliputi pertengkaran orang tua, persaingan antar
saudara dan gangguan pengasuhan.
Untuk
mengumpulkan informasi tentang mereka tujuannya adalah:
a.
Membangun raport.
b.
Mengevaluasi pemahaman anak tentang
permasalahan tingkah laku mereka.
c.
Mengancam? Apakah anak percaya bahwa
mereka tidak mampu mencegah kejadian buruk yang tejadi disekolah
d.
Mengobservasi anak selama wawancara
berlangasung.
3.
Tes Inteligensi Dan Prestasi
Jika
psikolog hanya memiliki kesempatan satu kali bertemu dengan klien (anak), maka
lebih baik menggunakan tes inteligensi dan presentasi untuk mengumpulkan
informasi kareana:
a.
Dibandingkan dengan tes yang lain atau
prosedur wawancara tes IQ dan prestasi memiliki data normative yang paling
baik, dan bisa membedakan kemampuan anak dari anak yang satu dengan anak yang
lain dalam tingkat usia yang sama.
b.
Memiliki validitas dan reliabilitas yang
baik.
c.
Tes ini melihat kesulitan akademis dan
tingkahlaku yang terjadi di dalam kelas.
d.
Tes ini mengumpulkan kelebihan dan
kekurangan pada masalah kognitif dan akademik anak.
e.
Tes ini memberikan standarisasi situasi bagi psikolog klinis
untuk mengamati tingkat aktivitas anak, kemampuan anak untuk mengikuti
intruksi, kecepatan dalam merespon, kemampuan mengalihkan perhatian,
flksibilitas dalam berfikir, kecemasan dan merespon baik situasi yang
menyenangkan dan menyakitkan.
Meskipun banyak manfaat
yang diperoleh, psikolog klinis tetap harus mempertimbangkan keterbatasan pada
tes inteligensi dan penerimaan karena:
a.
Tes IQ dan prestasi bisa menjadi bias
pada anak minoritas atau anak yang menggunakan bahasa inggris sebagai bahasa
kedua.
b.
Terlalu percaya pada hasil tes IQ,
sehingga pababila anak memiliki hasil tes IQ rendah maka harapan menjadi rendah
sehingga hal ini bisa menurunkan keberhasilan orang selain dari inteligensi.
c.
4.
Tes proyektif
Tes
proyektif yang bisa diberikan pada nak yaitu tes Rorschach, children’s
apperception tes (CAT) , mutual story telling teqnique, tes menggambar seperti
tes DAP dan Hous Tree Person, namun tes proyektif yang di berikan pada anak
sering memberikan hasil yang kurang memuaskan dalam proses asesmen.
5.
Observasi Tingkah Laku
Masalah
tingkahlaku yang terjadi pada anak-anak biasanya tidak hanya terjadi di rumah
tetapi juga terjadi di sekolah. Dengan mengamati anak , maka para psikolog
klinis anak bisa mendapat hasil yang valid, mendapatkan informasi dari orang
tua dan guru yang mereka wawancara dan skala penilaian tingkah laku. Dalam
observasi selain psikolog mendapatkandata tingkah laku anak, juga
mendapatkan informasi apa yang
menyebabkan dan menguatkan anak mengapa melakukan tingkah laku tersebut.
6.
Mengukur Interaksi Keluarga Dan Teman
Anak-anak
hidup didunia sosial yang berbeda, yaitu rumah, sekolah, dan tempat bermain.
Psikolog klinis tertarik dan berusaha untuk mengumpulkan data dan menilai
pengaruh yang dihasilkan dari berbagai macam lingkungan sosial dimana anak
tinggal.
a)
Asesmen yang diperoleh dari hubungan
anak dengan teman sebayanya
Hal ini dikarenakan
saat kita meneliti ini maka akan mengingat bagaimana perkembanga emosi kita
dipengaruhi oleh teman-teman. selain itu , banyak kemampuan sosial (sikap
saling berbagi, bekerjasama dll.) dipelajari dan diperoleh dengan baik dari
hasil interaksi antara anak dengan teman- temannya.
b) Asesmen
yang di peroleh dari interaksi anak dengan keluarganya
Proses asesmen ini di
fokuskan pada tingkahlaku orang tua. Karena kesalahan orang tua dalam mengasuh
merupakan salah satu penyebab psikopatologi pada anak.
7.
Tes Kepribadian
Kepribadian
biasanya menjadi karakteristik dari individu dan menentukan bagaimana individu
tersebut berinteraksi dengan lingkungannya.
8.
Tes
dalam
konteks klinis neuropsychological asesmen melakukan percobaan untuk mengetahui
fungsi- fungsi jaringan otak yang dihubungkan dengan prilaku-prilaku objektif
yang tergantung pada susunan syaraf pusat secara keseluruhan.
Yang
mendasari asesmen neuropsikologi adalah pengukuran perilaku yang digunakan
untuk membuat kesimpulan tentang kerusakan sistem syaraf pusat dan yang lebih
penting adalah mengetahui akibat dari kerusakan tersebut pada anak-
anak.informasi dari asesmen psikologii klinis digunakan untuk mendiagnosis,
merencanakan treatmen, mengumpulkan bagian dari penyembuhan, dan mengukur hal-
hal yang tidak Nampak berpengaruh terhadap peningkatan dan diterapkan pada
anak- anak dengan penggunan neurologis atau gangguan belajar.
Penanganan Gangguan Pada Masa
Kanak-Kanak
Penanganan
gangguan pada masa kanak-kanak ini berbeda dengan penanganan untuk orang
dewasa. Sama halnya dengan asesmen yang dilakukan, tetapi pada anak- anak
mengalami tantangan special karena nak-anak tidak dapat mengevaluasi diri
sendiri atau melaporkan diri secara efektif dank arena anak-anak tidak merasa
melakukan bantuan maka kontak terapis adalalah melalui motivasi dan kerjasama
dari orang tua mereka. Ada beberapa terapi yang dapat di gunakan antara lain:
a.
Terapi Psikodinamik
b.
Terapi Perilaku
c.
Cognitive-Behaviour Interventions
d.
Intervensi Secara Biologis
e.
Pendekatan Integrasi Untuk Menangani
Gangguan Pada Anak-Anak.
f.
Client- Centered Treatment
g.
Terapi Keluarga
h.
Penggabungan Treatmen (Combined
Treatment)
Gangguan
Spesifik pada Masa Kanak-Kanak
·
Depresi pada Masa Kanak-Kanak
Depresi
pada anak-anak sama dengan depresi pada orang dewasa yaitu meliputi manifestasi
dari emosi, kognitif, perilaku dan fisik, tetapi gejala-gejala ini berbeda
tergantung yahap perkembangn anak-anaknya. Terapi yang digunakan adalah terapi
keluarga, pendekatan kognitif, modeling dan permainan peran.
·
Gangguan Belajar
Yakni
kesulitan anak untuk menguasai satau atau lebih pelajaran dasar, contohnya
membaca atau mengajarkan soal matematika.
Gangguan dalam empat kelompok keterampilan telah diidentifikasi pada
gangguan matematika yaitu keterampilan linguistic, perceptual, matematika dan
atensional. Terapi yang digunakan adalah pendekatan remedial (remedial
educational approach).
·
Retardasi Mental
Gangguan
yang heterogen terdiri dari fungsi intelektual yang dibawah rata-rata dan
gangguan dalam keterampilan adaptif yang ditemukan sebelum orang berusia 18
tahun.
·
Autis pada Anak-Anak
Autis
memiliki beberapa masalah dalam interaksi sosial dan bahasa, dan juga
menampilkan perilaku yang sangat berbeda dari orang lain. Masalah mereka dalam
sosial adalah tidak tertarik dengan orang lain, tidak mencari orang lain dan
sejak bayi mereka menghindari kontak mata, kontak fisik dan mereka menunjukkan
sedikit atau bahkan tidak ada emosi. Autis sering menunjukkan tingkah laku yang
sangat aneh, kadang mereka bereaksi kurang atau berlebihan terhadap lingkungan.
Terapi yang digunakan adalah menggunakan metode pendidikan dan perilaku.
·
Attention Deficit Hyperactifity Disorder
(ADHD)
Gangguan
yang biasanya terjadi pada masa kanak-kanak, umumnya pada usia sekolah. Ciri
utamanya adalah tidak dapat memusatkan perhatian, impulsive, dan terlalu banyak
bergerak. Selain itu ADHD juga bertingkah laku yang bermacam-macam dan
bermasalah dalam belajar, termasuk agresif dan nakal, sering melawan perintah
orang dewasa, dan mempunyai masalah dalam interaksi sosial. Terapi ini adalah
berupa farmakologi dan psikoterapi, guru dan orang tua membangun struktur
reinforcement dengan menggunakan model terapi perilaku dan menerapkannya pada
lingkungan fisik dan interpersonal.
·
Gangguan komunikasi
Berupa
gangguan bahasa ekspresif, bahasa reseptif/ekspresif campuran, gangguan
fonologis, gagap dan gangguan komunikasi tidak ditentukan. Gangguan bahasa
ekspresif pada anak-anak berada di bawah kemampuan yang diharapkan dalam hal
perbendaharaan kata, pemakaian keterangan waktu yang tepat, produksi kalimat
yang kompleks,dan mengingat kata-kata. Sebgaian besar gangguan bahasa pada anak
termasuk ke dalam kategori perkembangan. Terapi untuk gangguan bahasa ekspresif
adalah terapi bahasa.
·
Skizoprenia dengan Onset Masa
Kanak-Kanak
Skizopren
pada anak-anak prapubertal ditunjukkan dengan sekurang-kurangnya dua hal yaitu
waham, bicara atau perilaku yang tidak jelas terdisorganisasi dan menarik diri
yang parah sekurang-kurangnya satu bulan. Terapi skizoprenia dengan onset
anak-anak adalah termasuk kedalam pendekatan multimodalitas. Terapi menggunakan
obat-obatan memberikan indikasi cukup efektif.
2.2 TEORI “ASPERGER”
Definisi Asperger
Lorna
Wing adalah tokoh pertama yang menggunakan istilah Sindrom Asperger dalam
sebuah makalah yang dipublikasikan pada 1981. Ia menggambarkan sekumpulan anak
dan orang dewasa yang memiliki karakteristik kecakapan dan perilaku yang untuk
pertama kali dijelaskan oleh seorang pediatrik yang berasal dari Wina, Hans
Asperger. Dalam tesis doktoral yang dipublikasikan pada 1944, Hans Asperger
menggambarkan empat anak laki-laki yang benar-benar tidak lazim dalam kemampuan
berinteraksi, linguistik, dan kognitifnya. Pada tahun 1990-an, Sindrom
Asperger dipandang sebagai sebuah varian autisme dan kelainan perkembangan
pervasif, yaitu suatu kondisi yang mempengaruhi perkembangan kecakapan dalam
rentang yang luas. Kini, Sindrom Asperger dianggap sebagai suatu subkelompok
dalam spektrum autistik dan memiliki kriteria diagnostik tersendiri (Attwood,
2002). Sindrom Asperger dibedakan dengan gejala autisme lainnya
dilihat dari kemampuan linguistik dan kognitif para penderitanya yang relatif tidak mengalami penurunan,
bahkan dengan IQ yang relatif tinggi atau rata-rata (ini berarti sebagian
besar penderita sindrom Asperger bisa hidup secara mandiri, tidak seperti
autisme lainnya). Sindrom Asperger juga bukanlah sebuah penyakit mental. Penderita sindrom Asperger rata-rata
memiliki gramatikal dan vocabulary yang cukup baik pada masa awal
pertumbuhannya. Hanya saja mereka tidak bisa menerapkan bahasa secara harafiah
dan kontekstual atau dengan kata lain tidak mempunyai kemampuan mengungkapkan
pesan melalui penggunaan bahasa dengan lancar sehingga mereka susah diterima
oleh komunitas social.
Lebih
lanjut Lorna Wing menjelaskan cirri-ciri klinis utama syndrome asperger adalah
sebagai berikut :
·
Ketiadaan
empati;
·
Naïf,
serba salah, dan interaksi satu arah;
·
Tidak
punya kemampuan, atau hanya punya kemampuan kecil untuk mengembangkan
persahabatan;
·
Ujarannya
menonjolkan pengetahuannya, atau berulang;
·
Miskin
komunikasi non verbal;
·
Penyerapan
luar biasa pada subjek-subjek tertentu;
·
Kikuk,
gerakan-gerakan yang tidak terkoordinasi dengan baik dan sikap tubuh yang
ganjil.
Para
pengidap Sindrom Asperger mempersepsi dunia secara berbeda. Bagi mereka, semua
orang sangat aneh dan membingungkan. Cara mereka dalam mempersepsi dunia kerap
membawa mereka ke hal yang bertentangan dengan cara-cara berpikir, berperasaan,
dan berperilaku yang konvensional (Attwood, 2002).
Ketika
orang berbicara, umumnya mereka menggunakan bahasa tubuh seperti senyuman dan
komunikasi nonverbal lainnya, dan juga kata-kata yang dikeluarkan oleh mereka
cenderung memiliki kesulitan untuk memahamibentuk-bentuk komunikasi non-verbal
serta kata-kata yang memiliki banyak arti seperti itu, dan mereka hanya
memahami apa arti kata tersebut, seperti apa yang ia pahami di dalam kamus.
Para penderita sindrom Asperger tiak mengetahui bagaimana memahami ironi,
sarkasme, dan penggunaan bahasa slang, apalagi memahami mimic muka/ ekspresi
orang lain. Mereka juga tidak tahu bagaimana caranya untuk bersosialisasi
dengan orang lain dan cenderung menjadi pemalu.
Para penderita
sindrom Asperger cenderung lebih baik dibandingkan orang-orang lain dalam
beberapa hal seperti matematika dan
hitung-hitungan, tulisan serta pemrograman
komputer. Banyak Penderita sindrom Asperger memiliki cara
penulisan yang lebih baik dibandingkan dengan cara mereka berbicara dengan
orang lain. Mereka juga memiliki sebuah minat yang khusus yang mereka tekuni
dan bahkan mereka menekuninya sangat detail, serta mereka justru menemukan
hal-hal kecil yang orang lain sering melewatkannya.
Etiologi Asperger
Dalam Attwood (2002), ada beberapa hal yang dapat menyebabkan
seseorang memiliki gangguan Asperger, antara lain:
·
Dalam tesis Hans Asperger (1944), ia mengajukan bahwa kondisi
asperger dapat diwarisi.
·
Secara genetis telah diidentifikasikan bahwa lokasi-lokasi yang
rapuh berada dalam kromosom X dan kromoson 2, serta anomaly-anomali kromosomal
lainnya, seperti translokasi, telah diasosiasikan dengan Sindrom Asperger ini.
Lebih khusus lagi, anak-anak yang mengidap Sindrom X Rapuh, yaitu suatu
abnormalitas genetis yang relative umum, dapat mengembangkan karakteristik-karakteristik
yang sesuai dengan Sindrom Asperger.
·
Kondisi-kondisi prakelahiran, sekitar masa kelahiran, dan pasca
kelahiran yang kemungkinkan menyebabkan kerusakan otak dapat menimbulkan
Asperger.
·
Tampaknya, Sidrom Asperger juga lebih banyak terjadi pada
bayi-bayi yang berbobot kurang dan pada ibu yang hamil di atas usia 30 tahun
·
Neurologis Sindrom Asperger merupakan suatu gangguan
perkembangan yang mengacu pada disfungsi struktur dan sistem dalam otak.
Terdapat semakin banyak bukti yang menyatakan bahwa lobus frontal dan lobus
temporal otak penderita Asperger terganggu. Khususnya pada wilayah depan-tengah
atau area 8 Broadman. Juga terdapat bukti disfungsi selaput otak dibagian kiri
yang mungkin serupa dengan sindrom yang disebut gangguan belajar nonverbal.
·
Asperger tidak disebabkan karena pola pengasuhan orang tua yang
kurang.
Kriteria Diagnosis
Kelainan Asperger
Sindrom Asperger
pertama kali dijelaskan oleh seorang pediatri (ahli kesehatan anak) dari Wina,
Hans Asperger. Dalam tesis doktoral yang dipublikasikan pada 1944, Hans
Asperger menggambarkan empat anak laki-laki yang tidak memiliki kemampuan
berinteraksi, linguistik, dan kognitif. Ia menggunakan istilah “Psikopati
Autistik” untuk menjelaskan gejala ini. Baik Leo Kanner maupun Hans
Asperger menggambarkan anak-anak tersebut sebagai orang yang memiliki interaksi
sosial yang sangat minim, kegagalan berkomunikasi, dan perkembangan pada
minat-minat khusus. Leo Kanner menggambarkan anak-anak dengan ekspresi Autism
yang lebih para, sementara Hans Asperger menjelaskan anak-anak yang lebih
memiliki kecakapan. Adapun kriteria diagnostik gangguan Asperger menurut DSM-IV
adalah sebagai berikut:
Kriteria
Diagnostik untuk Gangguan Asperger
A.
Gangguan kualitatif dalam interaksi
sosial, seperti ditunjukkan oleh sekurangnya dua dari berikut:
1)
Gangguan jelas dalam penggunaan
perilaku non verbal multipel seperti tatapan mata, ekspresi wajah, postur
tubuh, dan gerak-gerik untuk mengatur interaksi sosial.
2)
Gagal untuk mengembangkan hubungan
dengan teman sebaya yang sesuai menurut tingkan perkembangan.
3)
Gangguan jelas dalam ekspresi
kesenangan dalam kegembiraan orang lain.
4)
Tidak ada timbal balik sosial atau
emosional.
|
B.
Pola perilaku, minat, dan aktivitas
yang terbatas, berulang, dan stereotipik, seperti ditunjukkan oleh
sekurangnya satu dari berikut:
1)
Preokupasi dengan satu atau lebih
pola minat yang stereotipik dan terbatas, yang abnormal baik dalam intensitas
maupun fokusnya.
2)
Ketaatan yang tampaknya tidak
fleksibel terhadap rutinitas atau ritual yang spesifik dan non fungsional.
3)
Manerisme motorik stereotipik dan
berulang (misalnya, menjentikkan atau memuntirkan tangan atau jari, atau
gerakan kompleks seluruh tubuh).
4)
Preokupasi persisten dengan
bagian-bagian benda.
|
C.
Gangguan menyebabkan ganggguan yang
bermakna secara klinis dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting
lainnya.
|
D.
Tidak terdapat keterlambatan
menyeluruh yang bermakna secara klinis dalam bahasa (misalnya, menggunakan
kata tunggal pada usia 2 tahun, frasa komunkatif digunakan pada usia 3
tahun).
|
E.
Tidak terdapat keterlambatan yang
bermakna secara klinis dalam perkembangan kognitif atau dalam perkembangan
keterampilan menolong diri sendiri dan perilaku adaptif yang sesuai dengan
usia (selain dalam interaksi sosial), dan keinginan tahuan tentang lingkungan
pada masa anak-anak.
|
F.
Tidak memenuhi kriteria untuk
gangguan perkembangan pervasif spesifik atau skizofrenia.
|
Catatan: berbeda dengan autis infantil asperger baru dapat
terdeteksi saat umur 6 – 11 tahun.
2.3 KASUS
Albert Einstein
Albert Einstein (14 Maret
1879–18 April 1955) adalah seorang ilmuwan fisika teoretis yang dipandang luas
sebagai ilmuwan terbesar dalam abad ke-20. Dia mengemukakan teori relativitas
dan juga banyak menyumbang bagi pengembangan mekanika kuantum, mekanika statistik,
dan kosmologi. Pada umur lima, ayahnya menunjukkan kompas kantung, dan Einstein
menyadari bahwa sesuatu di ruang yang "kosong" ini beraksi terhadap
jarum di kompas tersebut; dia kemudian menjelaskan pengalamannya ini sebagai
salah satu saat yang paling menggugah dalam hidupnya. Meskipun dia membuat
model dan alat mekanik sebagai hobi, dia dianggap sebagai pelajar yang lambat,
kemungkinan disebabkan oleh dyslexia, sifat pemalu, atau karena struktur yang
jarang dan tidak biasa pada otaknya (diteliti setelah kematiannya).
(http://irvan-bloglengkap.blogspot.com/2011/10/biografi-tokoh-albert-enstein.html)
Di waktu
kecilnya Albert Einstein nampak terbelakang karena kemampuan bicaranya amat
terlambat. Wataknya pendiam dan suka bermain seorang diri. Bulan November 1981
lahir adik perempuannya yang diberi nama Maja. Sampai usia tujuh tahun Albert
Einstein suka marah dan melempar barang, termasuk kepada adiknya. Minat dan
kecintaannya pada bidang ilmu fisika muncul pada usia lima tahun. Ketika sedang
terbaring lemah karena sakit, ayahnya menghadiahinya sebuah kompas. Albert
kecil terpesona oleh keajaiban kompas tersebut, sehingga ia membulatkan
tekadnya untuk membuka tabir misteri yang menyelimuti keagungan dan kebesaran
alam.
Meskipun
pendiam dan tidak suka bermain dengan teman-temannya, Albert Einstein tetap
mampu berprestasi di sekolahnya. Raportnya bagus dan ia menjadi juara kelas.
Selain bersekolah dan menggeluti sains, kegiatan Albert hanyalah bermain musik
dan berduet dengan ibunya memainkan karya-karya Mozart dan Bethovee.
Dia
diberikan penghargaan untuk teori relativitasnya karena kelambatannya ini, dan
berkata dengan berpikir dalam tentang ruang dan waktu dari anak-anak lainnya,
dia mampu mengembangkan kepandaian yang lebih berkembang. Pendapat lainnya, berkembang
belakangan ini, tentang perkembangan mentalnya adalah dia menderita Sindrom
Asperger, sebuah kondisi yang berhubungan dengan autisme. Einstein mulai
belajar matematika pada umur dua belas tahun. Ada gosip bahwa dia gagal dalam
matematika dalam jenjang pendidikannya, tetapi ini tidak benar; penggantian
dalam penilaian membuat bingung pada tahun berikutnya. Dua pamannya membantu
mengembangkan ketertarikannya terhadap dunia intelek pada masa akhir
kanak-kanaknya dan awal remaja dengan memberikan usulan dan buku tentang sains
dan matematika.
2.4 ANALISIS
KASUS
Pada masa kecil Einstein terlihat sebagai anak yang
pendiam, suka bermain sendiri (menghindari permainan kelompok), keterlambatan
dalam belajar yang mungkin disebabkan oleh disleksia, Einstein terlihat
terbelakang karena kemampuan bicaranya amat lambat. Emosi anak penderita asperger juga bisa
mengacau atau agresif , ini terjadi pada einstein, ia suka marah dan melempar
barang termasuk kepada adiknya. Ciri-ciri yang ditampilkan dalam perilaku
Einstein sesuai dengan ciri-ciri klinis yang disampaikan Lorna Wing pada anak
yang menderita Sindrom Asperger, yakni ; Ketiadaan empati; naif, serba salah,
dan interaksi satu arah; dan tidak punya kemampuan, atau hanya punya kemampuan
kecil untuk mengembangkan persahabatan; miskin komunikasi non verbal.
Penderita
Asperger sebenarnya rata-rata memiliki gramatikal dan vocabulary yang cukup
baik. Hanya saja mereka tidak bisa menerapkan bahasa secara harafiah dan
kontekstual atau dengan kata lain tidak mempunyai kemampuan mengungkapkan pesan
melalui penggunaan bahasa dengan lancar sehingga mereka susah diterima oleh
komunitas social. Hal inilah yang terjadi pada Einstein, ia memiliki IQ yang
tinggi, memungkinkan gramatikalnya vocabularynya yang cukup baik, namun tidak
mampu mengungkapkannya di dalam bahasa yang lancar.
Einstein mengalami keterpesonaan terhadap suatu hal yaitu
pada kompas yang sewaktu kecil diberikan oleh ayahnya dan semenjak itu ia
mencintai dan sangat minat terhadap pelajaran fisika dan mempelajarinya secara
mendetail. Sampai menghasilkan teori-teori fisika dan mendapatkan Nobel Fisika
pada tahun 1921. Hal ini juga sesuai dengan ciri-ciri
klinis yang dijelaskan Lorna Wing untuk anak penderita Sindrom Asperger yaitu penyerapan luar biasa pada
subjek-subjek tertentu.
Einstein
meninggal tahun 1955 lalu, irisan otak Einstein itu disimpan di Muetter, museum
dan perpustakaan sejarah medis yang terletak di Philadelphia. Orang
yang pertama kali memiliki irisan otak penemu hukum
relativitas itu adalah Dr. Thomas Harvey dikarenakan ingin melihat peyebab
kematian Einstein dan ingin mengetahui kaitan antara kepintaran yang dimiliki
dan sindrom asperger
yang dideritanya. Pemilik terakhir irisan otak Einstein adalah Dr. Lucy
Rorke-Adams, ia mengatakan bahwa “Saya
telah melihat otak manusia lebih dari 50 tahun. Saya melihat struktur otak anak
muda, paruh baya, dan orang tua. Struktur otak Einstein seperti yang dimiliki
pada anak muda. Sangat luar biasa. Otak tersebut tidak menunjukkan perubahan
yang berkaitan dengan usia,”
(http://sidomi.com/38135/irisan-otak-einstein-dipamerkan-di-museum-muetter/)
2.5 INTERVENSI
DAN TREATMEN
Para
ahli kesehatan mental menilai penting untuk melakukan intervensi awal.
Intervensi ini melibatkan pelatihan pendidikan dan kemampuan sosial yang
dilakukan saat otak anak masih berkembang. Sesuai dengan perkembangan otak, jika kelainan itu
diketahui lebih dini, maka bisa distimulasi atau diberi obat agar berkembang ke
arah yang baik. Namun, jika sudah terlambat mendeteksinya, yaitu sudah berusia
lima atau enam tahun, maka sulit penanganannya karena perkembangan otak sudah
berhenti.
Penanganan untuk sindrom asperger adalah dengan melakukan
pelatihan kemampuan sosial, terapi bahasa, memilih intervensi pendidikan khusus
untuk anaknya, pelatihan untuk kemampuan sensoriknya, meminta bantuan
psikoterapi serta jika dibutuhkan menggunakan bantuan obat-obatan.
Kini
teknik-teknik terapi sudah jauh lebih maju dan fasilitas sudah banyak. Dokter spesialis anak konsultan Neurologi, dr Hardiono D
Pusponegoro, Sp.A(K), memaparkan salah satu terapi yang bisa dilakukan
adalah dengan mengajak si anak bermain. Stimulasi ini diketahui memperbaiki
sinaps dan meningkatkan kadar serotonin. Menurut Hardiono, anak asperger masih
bisa diterapi, terutama dalam hal kemampuan bersosialisasi. Pasalnya, kemampuan
mereka bersosialisasi sangat kurang. "Cara terapi yang paling baik adalah
mengajarkan anak bagaimana berinteraksi dengan orang lain. Terapi dalam bentuk
peer group akan lebih baik lagi," paparnya.Hal ini ditujukan untuk
mengajarkan emosi social. Misalnya, mengajarkan bagaimana harus bersikap jika menghadapi
situasi tertentu.
R.
Kaan Ozbayrak,MD, Assistant Professor of Psychiatry University of Massachusetts
Medical School menambahkan, beberapa hal lain yang dapat dilakukan untuk
membantu anak-anak penderita sindrom asperger. Terapi atau pengobatan yang
dilakukan juga harus disesuaikan.
Secara umum Ozbayrak mengatakan, anak-anak penderita sindrom asperger akan banyak terbantu oleh orangtua yang memahami dan mampu membantunya. Kemudian, mereka juga membutuhkan pendidikan yang diperuntukan khusus bagi kebutuhannya. Selain itu, anak memerlukan latihan kemampuan untuk bersosialisasi serta terapi wicara.
"Terapi sensori integrasi juga dapat berguna bagi anak-anak yang masih kecil untuk meminimalisir kondisinya yang terlalu sensitif. Sementara itu, untuk anak-anak yang lebih tua dapat mendapatkan terapi kognitif atau psikoterapi,” papar Ozbayrak. (ri)
Secara umum Ozbayrak mengatakan, anak-anak penderita sindrom asperger akan banyak terbantu oleh orangtua yang memahami dan mampu membantunya. Kemudian, mereka juga membutuhkan pendidikan yang diperuntukan khusus bagi kebutuhannya. Selain itu, anak memerlukan latihan kemampuan untuk bersosialisasi serta terapi wicara.
"Terapi sensori integrasi juga dapat berguna bagi anak-anak yang masih kecil untuk meminimalisir kondisinya yang terlalu sensitif. Sementara itu, untuk anak-anak yang lebih tua dapat mendapatkan terapi kognitif atau psikoterapi,” papar Ozbayrak. (ri)
Dukungan
besar dari orangtua serta lingkungan keluarga dan sekitarnya sangat membantu
perkembangan penderita sindrom asperger. Meskipun mengalami kelainan tapi penserita
sindrom asperger tetap bisa membanggakan atau berprestasi, karena biasanya
memiliki kelebihan di bidang lain jika dibandingkan dengan orang yang normal.
Orang
tua yang anaknya menderita Asperger pun harus didukung. Mereka harus didukung
dengan pengetahuan yang memadai tentang anaknya. Pengetahuan tersebut bisa
didapat melalui kelompok-kelompok khusus bagi orang tua yang memiliki masalah
serupa, agar mereka bisa saling berdiskusi bertukar pengalaman. Serta
memungkinkan mereka untuk mendapatkan pelayanan-pelayanan khusus.
Penanganan untuk anak Asperger
Menurut
Attwood (2002), ada beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk mengatasi
gejala-gejala yang dimunculkan oleh seseorang yang mengalami gangguan Asperger,
antara lain:
1)
Bila ada gangguan perilaku sosial, pelajari cara untuk:
·
Mengawali, memelihara, dan mengakhiri permainan kelompok
·
Bersikap fleksibel, kooperatif, dan mau bebagi
·
Mempertahankan kesendirian tanpa mengganggu orang lain
·
Jelaskan tindakan yang semestinya dilakukan oleh anak
·
Doronglah seorang teman untuk bermain dengan anak di rumah
·
Daftarkan anak di perkumpulan-perkumpulan atau kelompok-kelompok
·
Ajari anak untuk mengamati anak-anak lain untuk menunjukkan hal
yang harus dilakukan
·
Doronglah permainan-permainan yang kompetitif dan kooperatif
·
Doronglah anak untuk menjalin persahabatan yang prospektif
·
Sediakan hiburan di saat-saat istirahat
·
Sediakan guru pendamping
·
Gunakan kisah-kisah tentang sosial untuk memahami
petunjuk-petunjuk dan tindakan-tindakan bagi situasi-situasi sosial tertentu
2)
Bila ada masalah bahasa, bantu anak untuk pelajari :
·
Komentar-komentar pembuka yang tepat
·
Cara untuk mencari bimbingan ketika mengalami kebingungan
·
Dorong rasa percaya diri untuk mengatakan, ‘saya tidak tahu’
·
Ajari petunjuk-petunjuk tentang saat untuk membalas,
menginterupsi, atau mengubah topik
·
Tunjukan model ulasan-ulasan yang simpatik
·
Berbisiklah di telinga anak tentang ucapan yang harus dikatakan
kepada orang lain
·
Gunakan kisah-kisah tentang bermasyarakat dan percakapan dalam
bentuk komik sebagai suatu representasi lisan atau piktoral pada tingkat
komunikasi yang berbeda
·
Mengajarkan bahwa komentar atau instruksi dapat disalahtafsirkan
·
Ajarkan bagaimana memodifikasi tekanan, irama, dan nada untuk
menekankan kata-kata kunci dan emosi-emosi terkait
3)
Pada masalah minat dan rutinitas :
·
Akses terkontrol untuk membatasi durasi kegemaran
·
Ajari konsep waktu dan jadwal untuk menunjukkan rangkaian
aktivitas
4)
Masalah koordinasi motorik yang kikuk, bantu anak untuk :
·
Memperbaiki keterampilan-keterampilan menangkap dan melempar
bola sehingga anak bisa turut bermain bola
·
Menggunakan perangkat permainan di taman bermain dan tempat
berolahraga
·
Pengawasan dan dorongan untuk memperlambat tempo gerakan
·
Merujuk pada ahli kesehatan yang relevan
5)
Pada masalah kognisi, Bantu anak untuk :
·
Belajar memahami perspektif dan pikiran-pikiran orang lain
dengan menggunakan permainan peran dan instruksi-instruksi
·
Dorong anak untuk berhenti memikirkan perasaan orang lain
sebelum mereka bertindak atau berbicara
·
Belajar untuk meminta pertolongan, terkadang menggunakan sebuah
kode rahasia
·
Periksa apakah anak menggunakan strategi yang tidak konvensional
dalam membaca, menulis, atau berhitung
·
Hindari kritik dan omelan
6)
Masalah kepekaan sensoris
·
Minimalkan bunyi yang ada di sekitar kita, khususnya bila
sejumlah orang berbicara pada waktu yang sama
·
Lakukan terapi integrasi sensoris
·
Kurangi sensitivitas pada area tertentu dengan menggunakan
pemijatan dan vibrasi
·
Hindari cahaya yang terlalu terang
·
Dorong anak untuk melaporkan rasa sakit yang dialami tubuhnya
Salah
satu sumber penting adalah akses untuk bantuan dan pengajaran di kelas,
khususnya di sekolah dasar. Memungkinkan program yang membutuhkan layanan
seorang guru bantu yang dialokasikan bagi anak tertentu. Peranan mereka penting
dan memiliki tanggung jawab sebagai berikut:
·
Mendorong anak agar mampu bersosialisasi, fleksibel dan
kooperatif jika bermain atau bekerja dengan anak-anak lain.
·
Membantu anak mengenali aturan berperilaku.
·
Menyediakan pengajaran tentang perasaan-perasaan dan
persahabatan.
·
Mendorong keterampilan-keterampilan percakapan.
·
Membantu anak mengembangkan dan menerapkan minat-minat khusus
sebagai cara untuk memperbaiki motivasi, bakat serta pengetahuan.
·
Mewujudkan sebuah program untuk memperbaiki sebuah keterampilan
motorik kasar dan halus.
·
Mendorong pemahaman tentang perspektif-perspektif dan
pikiran-pikiran lain.
·
Menyediakan bimbingan pemulihan untuk permasalahan belajar yang
spesifik.
·
Membuat anak dapat mengatasi kepekaan pendengaran serta
sentuhan.
Guru
bantu akan menerapkan sebuah program yang dirancang oleh guru (utama) dan ahli
terapi atau spesialis yang relevan untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan
perilaku, social, linguistic, gerak, dan sensoris.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar